Belajar kehidupan, dari memelihara kucing

Tulisan pertama di tahun 2023. Sudah pasti untuk menjaga blog yang umurnya lebih dari 10 tahun ini tetap hidup. Dengan tulisan suka-sukaku tentunya. Karena ternyata konsisten lebih sulit dibandingkan muluk-muluk membuat sebuah karya besar untuk mengejar hasrat dan ambisi "pengakuan". 

*****

Beberapa waktu terakhir banyak momen tentang "kucing", yang memaksaku ingin sekali untuk menulis tentangnya. Namun apa daya ternyata maksud hati terkalahkan banyaknya godaan diluar sana, tentu yang terbesar adalah kemalasan yang sungguh menyebalkan ini. 

Secara track record, aku bukan pecinta kucing. Bukan juga golongan pembenci dan penyiksanya. Hanya tidak terlalu suka, geli, takut, kotor (hahaha padahal anak peternakan?) Sejak kecil di keluargaku tidak memiliki binatang peliharaan. Paling Mbakku dulu waktu SD pernah pelihara ikan yang dibeli di sekolah, ditaruh dalam bekas kaleng biskuit, yang baru beberapa hari sudah mati lalu ditangisin. 

Kalau ditanya, "kok bisa pilih peternakan?", template jawabannya adalah "reflek" karena memang saat memilih jurasan kuliah asal klik-klik. Waktu itu memilih kampus dan jurusan via online yang daftarnya harus bareng-bareng satu sekolah, antri di ruang BK. Ngga enak kalau teman yang mengantri harus nunggu lama buat mikir mau pilih apa, jadi asal saja, yang penting "Bismillah" hehe (skip, balik ke kucing).

******

Pernah dulu saat pertama kali ngekos di Jogja, ada penghuni kos baru membawa 2 anak kucing, lalu beranak pinak, dibiarkan tanpa dikandang, suka kawin dengan kucing-kucing liaran, poop sembarangan dan merusak segala properti apapun yang ada diluar kamar. Meskipun tidak terlalu suka kucing, paling banter tindakan yang ku lakukan untuk mengusirnya adalah ciprat-cipratin pakai air yang ada di botol air mineral (hehe). Singkat cerita, saat itu aku memilih pindah kos daripada kurang nyaman dan tidak enak hati karena kucing-kucing yang semakin meresahkan. Dan untuk selanjutnya, aku selalu mencantumkan kriteria bebas kucing, baik di dalam ataupun luar dan lingkungan sekitar setiap kali mencari kos baru.

Namun, hal itu ternyata sangat sulit ditemukan sejak pertama kali memulai kehidupan di Bogor. Terlebih di area kampus, setiap kaki melangkah rasanya selalu bertemu kucing. Setiap sudut ada kucing, jujur sungguh tidak nyaman. 

Hingga pada suatu hari, covid melanda. Kampus sepi, tidak ada aktivitas manusia. Kucing-kucing yang biasanya ikut nonkrong di kantin dan diam-diam ikut menjajah meja mahasiswa yang sedang makan, resah karena bahkan sekedar mencium aroma masakan mamang-teteh saja tidak mereka dapatkan. Mondar-mandir dari satu bak sampah ke bak yang lain berharap menemukan kotak makan sisa konsumsi rapat bekas acara, ternyata hanya ada daun-daun kering yang dikumpulkan bapak tukang kebun. Kanan kiri kebon dan hutan, jauh dari rumah penduduk untuk mencari makan. Saat itu seingatku ada gerakan memberi makan kucing, dengan penggalangan dana untuk membeli pakannya. Tapi entahlah berjalan berapa lama, karena area kampus yang besar dengan populasi kucing yang cukup banyak, tentu pakan yang dibutuhkan tidak sedikit. Terlebih jeda waktu pembatasan covid yang berjalan lebih dari satu tahun.

Kala itu aku masih sesekali ke kampus meskipun kondisi memang sangat sepi. Sekedar membuka laptop dan mengerjakan apa yang bisa dikerjakan karena hawa di kampus rasanya lebih produktif dibanding di kosan (haha gaya). Saat itu aku melihat temanku membawa satu toples pakan kucing yang ia simpan di jok motor, yang sengaja dibawa untuk kucing-kucing yang ia temui di kampus. Katanya, dia melakukan itu gara-gara temannya juga sering melakukannya. Singkat cerita, akupun melakukan apa yang ia lakukan. Ternyata benar kata pepatah, "bertemanlah dengan penjual parfum, maka kamu akan tertular oleh wanginya" :)

Aku mulai suka memberi pakan kucing, kadang juga bawa toples keliling sambil jogging, ala-ala street feeding hehe. Dan ternyata, memberi pakan kucing itu menyenangkan!

******

Sampai pada waktu sudah tidak lagi ngekos dan jarang ke kampus, pakan-pakan itu masih tersimpan di dalam toples. Hingga suatu hari ada induk kucing nampak habis lahiran ada diseberang rumah bersama anaknya yang masih kecil-kecil. Teringat masih punya pakan, ku beri makan induk yang rada agresif itu. Selang beberapa lama, tidak nampak lagi si induk dan anak-anaknya.

Komentar