Tulisan ini
bermula dari beberapa menit yang lalu, usai mendengar tausiyah ustad Hanan
Attaki di channel youtube. Walaupun sebenarnya, tema tersebut sudah pernah saya
tonton sebelumnya, tapi mungkin kala itu sedang tidak ada keinginan untuk
menulis, jadi yaa.. terlewat begitu saja.
Seperti biasa, ustad
Hanan selalu mengisi tausiyah di majelis taklim yang mayoritas memang jamaahnya
kalangan muda. Di data tercatat, jumlah pendaftar sebanyak 2000 orang, tapi
ternyata yang hadir lebih dari 3000 orang. Kemudian beliaupun berkata,
“Subhanallah, begitu luar biasanya Allah
membolak balikkan hati hambaNya, yang tadinya mungkin 1000an orang tidak ada
keinginan untuk mengikuti majelis taklim, tapi kemudian digerakkan hatinya
untuk hadir. Begitu banyak orang saja Allah mampu untuk membolak balikkan
hatinya, apalagi jika membolak balikkan dan menggerakkan hati yang hanya satu orang...”
**********
Tjatatan 1 : Hari ke empat bulan sepuluh
“Seperti yang
kita tau, bagian terkecil penyusun organisme adalah sel”, seorang lelaki
berusia sekitar kepala lima duduk didepan ruangan, bersanding dengan whiteboard yang tertindih deretan
halaman slide power point. Dihadapannya ada sekitar 50 pasang telinga
mendengarkan dengan seksama materi kuliah yang dibawakan pada hari itu.
“Minggu depan,
kita mulai presentasi tiap kelompok. Materi presentasi sesuai modul yang saya
bawakan hari ini. Nanti pembagian anggota kelompok berdasarkan urutan nomor
induk mahasiswa (NIM). Saya minta satu orang untuk mengurutkan kelompok,
kemudian merekap nama masing-masing anggota”, kata bapak dosen sembari menutup
pengantar mata kuliah biologi. Kemudian salah satu orang yang sejak tadi aktif
bertanya di kelas mengajukan diri untuk menjadi relawan mengoordinir pembagian
kelompok dan materi.
Namaku Deandra,
biasa dipanggil Dea. Hari itu hari selasa, hari kedua awal masuk kuliah. Belum
banyak yang ku kenal, paling hanya sebagian yang kebetulan satu kelompok saat
ospek, sebagian lain sempat berkenalan tapi kemudian lupa nama dan beberapa
lagi yang memang sering bertemu dari awal daftar ulang, test toefl dan
serangkain kegiatan lagi sehingga aku bisa menghafal nama. Salah satunya adalah
Mega, yang kemudian menjadi sahabat terdekat selama masa kuliah.
“De, aku ke
kelompok aku bentar yaa.. habis itu ke kantin bareng”
“Oke Meg, aku
juga mau ke kelompok aku dulu. Nanti aku tunggu dibangku belakang yah”
Masa adaptasi
awal kuliah, mengenal orang-orang baru, cara belajar baru, suasana baru, semua
berubah. Materi yang ketika sekolah selalu diberikan dengan sangat nyaman dari
guru, dimana kami sebagai murid hanya
tinggal duduk, mendengarkan, mencatat, ulangan. Selesai. Sangat berbeda
dengan saat kuliah.
Aku duduk
dibangku belakang kelas menanti Mega yang sedang berunding dengan teman
sekelompoknya. Terlihat dia satu-satunya perempuan, yang itu artinya pasti harus
bekerja extra rajin dalam kelompok tersebut, sedangkan anggota yang lain
terdiri dari 4 orang laki-laki. Entah
apa yang mereka rundingkan sampai kelas benar-benar sepi tapi pembahasan belum
selesai. Sampai selang beberapa menit sebelum ruangan dimasuki kelas
berikutnya, Mega dan teman sekelompoknya beranjak dari tempat duduk.
“Ya ampun De..
Maaf ya lama banget”, Mega berjalan menghampiriku di ikuti keempat teman
kelompoknya.
“Hmmm.. Bahas
apa aja sih Meg? Kan nggak jadi ke kantin dehh…”, jawabku setengah bĂȘte, maklum,
salah satu hal yang bisa seketika merubah moodku dalam sekejap adalah kelaparan.
Saat akan keluar
pintu kelas, tiba-tiba saja pandanganku tertuju kepada salah satu anggota
kelompok Mega. Seorang anak laki-laki yang mengenakan tas ransel hitam dan sweater putih bergaris hitam.
“Meg, itu yang
pakai sweater temen sekelompok kamu
juga?”
“ Iya, namanya
Fachri”
**********
Pukul delapan
malam. Aku masih khusyu di depan layar laptop menyelesaikan tugas-tugas awal
kuliah yang membuatku sedikit kuwalahan,
meskipun sebenarnya itu masih tugas pemula, belum tugas inti. Rasa penat
membawaku ingin rehat sejenak. Membuka aplikasi facebook adalah salah satu hiburan kala itu, sebelum segerombolan
aplikasi jejaring social media lain bersekongkol membentuk generasi milenial
seperti sekarang. Beberapa update status alay
masih banyak ditemui di laman beranda facebook.
Sebagian kenal, sebagian asing. Dan hari itu notifikasi sedikit ramai. Memang sejak
awal masuk kuliah, segala macam informasi lebih mudah di share via facebook. Pencarian kelompok ospek, materi
kuliah dan info-info penting lainnya bisa ditemukan di grup facebook. Ku buka laman grup angkatan
kuliah, dan disana banyak sekali postingan, mulai dari ”halo namaku ini, salam kenal ya” atau “eh, tugas ospek ini maksudnya gimana ya?” ada juga “ada yang kostnya masih kosong atau ada info
kost an? Aku belum dapat tempat kost nih”, dan lain sebagainya.
Saat itu aku
melihat salah satu postingan anggota grup angkatan. Tampak foto profil si
pemosting mengenakan jaket dan kacamata hitam.
“Ini seperti
anak laki-laki yang pakai sweater dikelas tadi”. gumamku dalam hati. Kemudian ku
buka profil anak tersebut. Tertera nama Adrian
Khoirio, bukan Fachri. Dari situlah, muncul rasa penasaranku untuk mencari anak
yang bernama Fachri, dan akhirnya ketemu juga. Achmad Fachri Ramadhan.
Terlihat ternyata
aku dan Fachri sudah berteman di facebook,
entah siapa yang mengirim permintaan pertemanan lebih dulu, aku juga tidak
tau. Ku buka profil Fachri dan terlihat beberapa postingan ucapan selamat
memenuhi laman facebook nya. Ternyata
hari itu adalah hari ulang tahun Fachri yang ke 19. Melihat banyak sekali yang
memberinya ucapan selamat, tergerak hatiku untuk melakukan hal yang sama.
“Selamat ulang
tahun Fachri, sukses selalu”, ku kirim ucapan selamat ulang tahun untuk Fachri,
orang yang bahkan baru saja ku temui hari itu, belum bertegur sapa, belum
saling mengenal.
**********
Pukul sebelas
siang. Hari terasa terik. Banyak mahasiwa baru berlalu lalang menyelesaikan
tugas ospek yang harus dikerjakan disela-sela perkuliahan. Salah satu
diantaranya, adalah mencari tanda tangan panitia ospek dan teman-teman satu
angkatan. Didepan sebuah ruangan kecil, nampak rombongan mahasiswa baru duduk
berbaris mengantre tanda tangan senior dimana dia adalah salah satu panitia tim
kedisiplinan yang terkenal ‘galak’. Aku dan Mega pun tak kalah ikut
berpartisipasi dalam meramaikan urutan antrean. Masih ada sekitar 6 anak lagi
didepanku yang belum masuk ruangan kecil itu demi satu buah tanda tangan. Saat sedang
asyik mengobrol dan berkenalan dengan teman-teman baru, tiba-tiba datanglah
seorang anak laki-laki dengan kemeja merah maroon berjalan sendiri menuju
rombongan antrean. Setelah melepas sepatu, dan duduk bergabung bersama kami, ia
pun mengeluarkan sebuah buku tulis besampul hijau.
“Meg, itu Fachri
bukan?”, tanyaku pada Mega dengan suara pelan. Fachri duduk selisih dua orang
dariku.
“Iya.. “, jawab
Mega singkat.
Tak lama
kemudian, Fachri menyodorkan buku hijau miliknya sambil berkenalan dengan
anak-anak yang sedang mengantre untuk dimintai tanda tangan.
“Baru dapat
segini, Ri?”, tanya Mega kepada Fachri. Nampak memang baru sedikit sekali tanda
tangan mahasiswa seangkatan yang ia dapat.
“Hehehe… Iya Meg”,
jawab Fachri. Hingga buku itu sampai ditempatku dan kami pun berkenalan.
“Kemarin ulang
tahun ya?”
“Hehehe.. Iyaa..”
Hari itu, hari
ke empat bulan sepuluh. Pertama kali aku bertemu dengan Fachri, di hari ulang
tahunnya.
Komentar
Posting Komentar